Bulan Sura atau Suro dalam penanggalan Jawa, dihitung berdasarkan penggabungan kalender lunar (Islam), kalender matahari (masehi) dan Hindu.
Kalender Jawa yang diterbitkan oleh Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo, juga mempunyai 2 sistem perhitungan, yang didasari atas pertimbangan pragmatis, politik dan sosial.
Dua sistem perhitungan di penanggalan Jawa itu di antaranya mingguan atau 7 harian, dan pasaran atau 5 harian.
Penanggalan Jawa memiliki siklus windu/sewindu (8 tahun), di mana siklus ini menciptakan sebuah konsekuensi, yakni selisih hari.
Pada urutan tahun Jawa ke-8 (jimawal) jatuhnya tanggal 1 Suro berselisih satu hari lebih lambat, dengan 1 Muharram dalam kalender Islam.***