مَنْ قَامَ لَيْلَتَىِ الْعِيدَيْنِ لِلهِ مُحْتَسِبًا لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ. (رواه الشافعي وابن ماجه)
Artinya: “Siapa saja yang qiyamul lail pada dua malam Id (Idul Fitri dan Idul Adha) karena Allah demi mengharap ridha-Nya, maka hatinya tidak akan mati pada hari di mana hati manusia menjadi mati,” (HR As-Syafi’i dan Ibn Majah).
Sementara itu, maksud dari ‘hati tidak akan mati’ adalah hati tidak akan mengalami kebingungan pada saat dua perkara yaitu saat sakaratul maut dan ditanya oleh dua malaikat di alam barzakh dan ketika hari kiamat nanti.
Baca Juga: Resep Gulai Ayam yang Enak dan Berempah Ala Rudy Choirudin, Menu Istimewa Untuk Lebaran
Pakar fikih Maliki asal Mesir yaitu Syekh Ahmad As-Shawi menyebutkan bahwa,
وَمَعْنَى عَدَمِ مَوْتِ قَلْبِهِ عَدَمُ تَحَيُّرِهِ عِنْدَ النَّزَعِ وَعِنْدَ سُؤَالِ الْمَلَكَيْنِ وَفِي الْقِيَامَةِ. بَلْ يَكُونُ مُطْمَئِنًّا ثَابِتًا فِي تِلْكَ الْمَوَاضِعِ
Artinya: “Makna ‘tidak mati hati orang yang menghidupkan malam hari raya’ adalah tidak bingung hatinya ketika naza’ (sakaratul maut), ketika ditanya oleh dua malaikat (di alam barzakh), dan di hari kiamat. Bahkan hatinya tenang penuh keteguhan pada momen-momen tersebut,” (Lihat Ahmad As-Shawi, Bulghatus Salik li Arqabil Masalik, [Beirut: Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1995 M/1415 H], juz I, halaman 345-346).
Selain itu, menurut Sayyid Ali Al-Khawash sufi asal Kairo menyebutkan bahwa hikmah dari menghidupkan malam Idul Fitri adalah agara cahaya ibadah dalam dirinya bisa bersinar sepanjang hari dan terhindar dari kelalaian kurang berarti akibat dari terlalu bahagianya di hari tersebut.