Itulah kenapa kita sering dengar pelafalan niat puasa, misalnya setiap sesudah tarawih.
Menjelaskan tentang asal usul lafal sendiri Mazhab Syafi'i mengatakan bahwa niat tidak hanya menyengaja atau melakukan sesuatu (qashdul fi'li), tetapi juga harus disertai kejelasan dalam jenis ibadah secara spesifik atau yang disebut ta”yîn.
Lalu disetiap ketegasan status kefardhuannya (fardliyyah) yang menyatakan bahwa ibadah itu memang fardhu. Praktik niat puasa sendiri dilakukan pada malam hari hingga terbit fajar, dan disunnahkan untuk melafalkannya.
Lalu setelah itu disusunlah sebuah lafal niat yang kemudian sering kita dengar sampai sekarang di masjid-masjid atau madrasah-madrasah di Indonesia yang mayoritas penduduknya bermazhab Syafi'i.
Baca Juga: Resep Siomay Dimsum Praktis Ala Chef Rudy Choirudin Cocok Buat Ide Jualan Takjil Ramadhan 2023
Imam An-Nawawi juga menjelaskan bahwa:
صِفَةُ النِّيَّةِ الْكَامِلَةِ الْمُجْزِئَةِ بِلَا خِلَافٍ أَنْ يَقْصِدَ بِقَلْبِهِ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Bentuk niat yang sempurna adalah dengan sengaja hati bermaksud berpuasa esok hari untuk menunaikan ibadah fardhu di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah ta'ala”.
Menurut Imam Nawawi, al-Majmu’, Riyadh, Dârul ‘Âlamil Kutub, juz 6, halaman 253 lalu hadirlah redaksi lafaz niat puasa yang sering diucapkan:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لله تَعَالىَ