HEBOH ! Dugaan Kebocoran Data eHAC, DPR Dorong Pengesahan RUU PDP

- 1 September 2021, 10:07 WIB
Ilustrasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hasil penelusuran saat ini mengindikasikan bahwa terjadi dugaan kebocoran data pada aplikasi e-HAC lama yang sudah dinonaktifkan sejak tanggal 2 Juli 2021.
Ilustrasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hasil penelusuran saat ini mengindikasikan bahwa terjadi dugaan kebocoran data pada aplikasi e-HAC lama yang sudah dinonaktifkan sejak tanggal 2 Juli 2021. / Pixabay/ Werner Moser/

MAPAY BANDUNG - Baru-baru ini masyarakat Indonesia dibuat heboh dengan adanya dugaan kebocoran data aplikasi Electronic Health Alert Card (eHAC).

Dugaan kebocoran data eHAC tersebut telah terjadi sejak 15 Juli 2021 lalu.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan menilai jika sudah seharusnya RUU perlindungan data pribadi (PDP) untuk segera disahkan.

Baca Juga: Percaya Takhayul ! Ayah Gunhoo 'The Return of Superman' Tebar Kacang Merah di Rumah Baru

“Awalnya kebocoran dari pihak swasta, Bukalapak, Tokopedia, tetapi kemudian data BRI Life yang bocor juga BPJS, apalagi hari ini keluar berita di Kemenkes yang juga soal kebocoran e-HAC," kata Farhan dalam diskusi bertajuk "Nasib RUU Pelindungan Data Pribadi" di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa 31 Agustus 2021.

Baca Juga: Benarkah Sinovac Keluarkan Pedoman Vaksinasi Covid-19? Begini Faktanya

Farhan menambahkan, Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) ini ingin melahirkan sebuah profesi baru yaitu data protection officer, yang akan membantu para penguasa data untuk mengelola penyimpanan, penguasaan dan pengolahan data pribadi agar sesuai dengan UU.

Baca Juga: Mendapat Gelar 'Lord' di MasterChef Indonesia, Lord Adi : Jujur Bangga

Baca Juga: Dilepas Barcelona, Antoine Griezmann 'CLBK' dengan Atletico Madrid

“Bisa juga lembaga atau protection officer ini juga dalam posisi di level sebuah perusahaan atau lembaga. Kalau di perbankan bisa kita samakan dengan direktur compliance dan mitigasi risiko. Jadi, ini posisi yang sangat tinggi, karena kalau sampai salah, dalam penguasaan dan pengelolaan data pribadi, maka ada sanksi yang menarik di RUU PDP tidak ada kriminalisasi, di RUU PDP ini akan ada denda yang sangat besar," jelasnya.

Meski menargetkan RUU PDP akan disahkan dalam tahun ini, akan tetapi soal keberadaan lembaga independen pelindungan data masih dalam perdebatan.

Baca Juga: Sinopsis Film The Commuter: Mantan Polisi yang Terjebak Dalam Misi Pembunuhan di Bioskop TransTV

Ia mengatakan, jika otoritas pelindungan data pribadi harus ada induknya, maka diperlukan sebuah lembaga yang punya otoritas yang kuat. Farhan menilai mimpinya bisa seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Baca Juga: KABAR BAIK ! Kasus Positif Covid-19 di Kota Bandung Mulai Menurun, Ini Data Terbarunya

“Artinya, kalau kita semua sepakat mau membangun sebuah lembaga independen di bawah Presiden untuk pelindungan data, maka kita akan menuntut Presiden dan Menteri Keuangan. Tentunya, memberikan komitmen yang kuat untuk pelindungan data pribadi, minimal sekuat KPK secara politik dan minimal seperti OJk secara anggaran. Sisi lain, ada pragmatisme dan skeptisme yang harus kita jaga sebagai bentuk realistis, kalau kita buat lembaga di bahwa presiden. Independen seperti OJK, butuh waktu berapa lama?" katanya seolah bertanya.

Baca Juga: Jadwal SIM Keliling Kabupaten Bandung September 2021, Catat Lokasinya

Farhan mengatakan, saat ini yang paling realistis adalah usulan Kominfo terkait badan otoritas pengawas data pribadi. Sebab, jika memaksakan lembaga independen sejak awal, maka akan butuh tiga hingga lima tahun agar lembaga tersebut mulai bekerja dengan efektif.

Baca Juga: Petugas SPBU di Bandung yang Usir PKL Akhirnya Minta Maaf, Begini Katanya

“Bahwa, nanti dalam perkembangan berikutnya kita lakukan evaluasi lembaga ini makin lama makin besar, sehingga nanti bisa menyaingi keberadaan Kominfo, ya boleh dipecah, persis seperti BI dan OJK. Jadi yang saya tawarkan di sini adalah sebuah narasi tentang pragmatisme dan idealisme, keduanya bagus. Kita harus memilih dengan konsekuensinya masing-masing," tukasnya.***

Editor: Asep Yusuf Anshori

Sumber: DPR RI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah