Meski Mengandung Babi, MUI Perbolehkan Vaksin Astra Zeneca Digunakan, Ini Alasannya

- 20 Maret 2021, 13:51 WIB
Fatwa MUI Pusat memutuskan bahwa vaksin covid-19 produksi Astrazeneca ini hukumnya haram tetapi mubah digunakan.*
Fatwa MUI Pusat memutuskan bahwa vaksin covid-19 produksi Astrazeneca ini hukumnya haram tetapi mubah digunakan.* /REUTERS/Hannibal Hanschke/Pool

MAPAY BANDUNG - Sidang fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan bahwa vaksin produksi Astra Zeneca hukumnya haram.

Pasalnya, dalam proses pembuatan inang (rumah) virusnya, produsen menggunakan tripsin dari pankreas babi.

Meski demikian, setelah melakukan kajian mendalam dan pertimbangan ahli terpercaya, MUI memperobolehkan vaksin tersebut digunakan.

Hal ini berdasarkan keputusan Komisi Fatwa MUI Pusat pada Selasa 16 Maret 2021.

Keputusan ini ditetapkan dengan Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produksi Astra Zeneca.

Baca Juga: Tolak Keras Wacana THR 2021 Dicicil, Serikat Pekerja: Operasional Produksi Sudah Normal

Baca Juga: Usai Diserang Netizen Indonesia, Akun Instagram Resmi All England Official Menghilang

Ketua MUI Bidang Fatwa KH. Asrorun Niam Sholeh menyebut, tripsin yang berasal dari pankreas babi bukan bahan baku utama virus, melainkan sebuah bahan yang digunakan untuk memisahkan sel inang virus dengan Micro carier virus.

Vaksin Covid-19 produksi Astra Zeneca ini menjadi mubah karena darurat.

Asrorun menyampaikan, ada lima hal yang membuat vaksin Covid-19 produksi Astra Zeneca mubah digunakan.

Pertama, dari sisi agama Islam, ada hal mendesak yang membuat ini masuk dalam kondisi darurat.

Sumber-sumber hukum dari Al-Quran, Hadist, Kitab Ulama, maupun kaidah fiqih membolehkan penggunaan (mubah) sebuah obat meskipun itu haram dalam kondisi darurat.

“Ada kondisi kebutuhan yang mendesak (hajah syar’iyah) yang menduduki kondisi darurat syar’iyah,” ujarnya di Jakarta, Jumat 19 Maret 2021.

Baca Juga: Tim Bulutangkis Indonesia Pulang Lebih Cepat Usai Dipaksa Mundur dari All England 2021

Baca Juga: Rekomendasi Film Akhir Pekan: Raya and The Last Dragon, Saat Wabah Jahat Mengancam Rakyat Kumandra

Dikutip MapayBandung.com dari laman resmi MUI, dalam poin kedua mengenai kondisi darurat, selain ada landasan agamanya, juga diperkuat dengan fakta-fakta di lapangan.

Beberapa ahli kompeten yang dihadirkan dalam sidang fatwa MUI, menyebutkan bahwa akan ada risiko fatal jika vaksinasi Covid-19 ini tidak berjalan.

Tujuan vaksinasi adalah melahirkan kekebalan komunal (herd immunity) sehingga virus tidak berkembang lagi di lingkungan.

Itu terjadi bila 70% penduduk sudah tervaksinasi. Jika kurang dari 70%, entah karena ketidakmauan atau kekurangan tersediaan vaksin, maka vaksinasi akan percuma dan kondisi yang lebih berbahaya akan terjadi.

“Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya jika tidak segera dilakukan vaksinasi Covid-19,” ungkapnya.

Baca Juga: Sinopsis Vincenzo Episode 9: Ungkap Kejahatan Babel Group ke Publik, Cha Young Diteror

Ketiga, memang paling utama menggunakan vaksin yang sudah terjamin halal dan suci seperti vaksin Covid-19 produksi Sinovac.

Namun Indonesia hanya memperoleh jatah sekitar 140 juta vaksin dan yang bisa digunakan hanya 122,5 juta dosis.

Jumlah itu tentu saja tidak cukup untuk memenuhi syarat herd immunity karena hanya bisa digunakan untuk 28% penduduk.

Untuk menambah pasokan, maka perlu ada vaksin yang diproduksi produsen lain seperti Astra Zeneca ini.

“Ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok,” ujarnya.

Keempat, persaingan mendapatkan vaksin di seluruh dunia begitu ketat.

Seluruh negara berlomba-lomba mendapatkan kuota vaksin lebih untuk warganya.

Baca Juga: KSAD Ungkap Kakak Aprilio Manganang Juga Mengidap Hipospodia, Akan Jalani Corrective Surgery

Baca Juga: Agensi BTS, Big Hit Entertainment Ganti Nama Jadi Hybe, Ini Penjelasan Sang Bos

Indonesia sendiri, setelah melakukan lobi, baru memperoleh dari Sinovac dan Astra Zeneca.

Itupun termasuk istimewa untuk negara di dunia yang saat ini sedang berebut jatah vakin.

Karena itu, pemerintah tidak memiliki wewenang untuk memilih vaksin mana yang diprioritaskan dipilih karena keterbatasan jumlah vaksin ini.

Pzifer, Novavac, Sinopharm, dan Moderna memang sudah berkomitmen, namun belum menetapkan jatah vaksin untuk Indonesia.

“Pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19, mengingat keterbatan vaksin yang tersedia,” ujarnya.

Terakhir, yang juga penting, BPOM telah mengeluarkan izin edar darurat Vaksin Covid-19 produksi Astra Zeneca Sejak 22 Februari 2021.

Ini menandakan bahwa vaksin ini sudah terjamin keamanan (safety), kualitas (quality), dan kemanjuran (efficacy).

“Ada jaminan keamanan pengunananya oleh pemerintah,” ungkapnya.***

Editor: Rian Firmansyah

Sumber: MUI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x