Mitologi Jawa Terkait Fenomena Gerhana Bulan Total hingga Mitos-Mitos yang Menyertainya

3 November 2022, 18:30 WIB
Ilustrasi Gerhana Bulan Total 8 November 2022. /Pixabay

 

 

MAPAY BANDUNG - Sebagian wilayah Indonesia akan menikmati fenomena langit langka yakni Gerhana Bulan Total, pada Selasa 8 November 2022 mendatang.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan, bahwa Gerhana Bulan Total pernah terjadi pada 16 Mei 2022 lalu, namun, masyarakat Indonesia tidak dapat menyaksikannya secara langsung kala itu.

Baik Gerhana Bulan Total ataupun Gerhana Matahari, keduanya mempunyai cerita tersendiri bagi masyarakat Jawa.

Bahkan, tak sedikit masyarakat Jawa yang masih berpegang teguh meyakini pantangan-pantangan yang tidak boleh dilakukan selama gerhana berlangsung.

Baca Juga: 4 Makna Sholat Gerhana Bulan Total 8 November 2022, Amalan Sunnah yang Dianjurkan untuk Dikerjakan

Lantas seperti apa pandangan masyarakat Jawa terhadap Gerhana Bulan Total dan Gerhana Matahari? Simak penjelasannya berikut ini, yang telah tim MapayBandung.com lansir dari NU Online.

Dalam mitologi Jawa, Batara Kala menaruh dendam terhadap Batara Surya (Dewa Matahari) dan Batara Soma (Dewa Bulan) dan terus mengejar mereka.

Saat tertangkap, Batara Kala akan menelan dewa-dewa itu sehingga langit jadi gelap gulita.

Maka, ketika gerhana terjadi, masyarakat Jawa akan ramai-ramai bersembunyi dan memukul lesung, membuat kebisingan agar Kala memuntahkan matahari atau bulan yang ditelannya.

Baca Juga: Nggak Sangka! Resep Ayam Bakar khas Papua ala Chef Rudy Choirudin Ini Sangat Lezat dan Sederhana

Ketakutan warga kian besar, sebab,mitos-mitos terkait gerhana masih sangat diyakini masyarakat.

Seperti di antaranya adalah bagi perempuan yang sedang mengandung, sebagian orang Jawa meyakini gerhana dapat berakibat fatal.

Janin dikhawatirkan lahir tidak sempurna. Sang calon ibu bahkan bisa saja meninggal dunia, apabila tidak diselamatkan dengan melakukan ritual.

Oleh sebab itu, menurut kepercayaan, wanita hamil harus diungsikan ke tempat yang dianggap aman, misalnya masuk ke kolong tempat tidur.

Baca Juga: Jutaan Ibu-ibu Belum Coba! Resep Tahu Balado Pakai Bumbu ala Rudy Choirudin Ini Bikin Makan Semakin Lahap

Sementara itu, dilakukan juga ritual sego rogoh atau tradisi liwetan, yaitu memasak nasi beserta lauknya kemudian disantap beramai-ramai.

Tradisi ini masih kerap diterapkan hingga kini di beberapa desa di Jawa.

Batara Kala atau Kala Rahu, muncul berbagai mitos dalam kepercayaan sebagian orang Jawa seputar gerhana matahari atau bulan.

Jika terjadi gerhana, sebagian masyarakat harus segera pulang untuk menyelamatkan sumber penghidupannya di desa.

Sawah atau lahan pertanian, dalam kepercayaan orang Jawa zaman dulu, harus disirami air selama gerhana terjadi agar tidak rusak dan gagal panen.

Baca Juga: Tebang Sekarang Juga! 5 Pohon Ini Sangat Disukai Makhluk Halus, Nomor 2 Sering Ada Dekat Rumah

Jika punya kebun yang menghasilkan bahan pangan, seperti pohon-pohon buah, harus dipukul-pukul batangnya supaya selamat dari terjangan murka Batara Kala.

Hewan-hewan ternak juga harus dijaga jangan sampai tertidur selama gerhana berlangsung dengan cara dicambuk-cambuk pelan dengan dahan pohon.

Jika tidak, hewan-hewan yang merupakan aset kehidupan itu terancam mati setelah gerhana usai.

Dikisahkan pula dalam mitologi Jawa, bagian setengah leher ke bawah Batara Kala berubah menjadi lesung (tempat menumbuk padi).

Maka, ketika terjadi gerhana, orang-orang beramai-ramai memukuli lesung, juga membuat kebisingan dengan berbagai cara, agar Kala memuntahkan matahari atau bulan yang dimakannya.***

Editor: Haidar Rais

Tags

Terkini

Terpopuler