BRAGA, MAPAY BANDUNG - Petengahan Maret 2024 atau tepatnya saat bulan Ramadhan 1445 Hijriah, banjir yang telah melanda sebagian wilayah Semarang dan Demak selama hampir sepekan telah melumpuhkan sendi-senid kehidupan masyarakat.
Banjir ini terbilang parah dari tahun-tahun seblumnya. Dari pantauan satelit terlihat jika wilayah Semarang utara dan bagian Demak terendam air di tahun 2024.
Fenomena langka ini memunculkan spekulasi terkait keberadaan Selat Muria yang sempat mulai menghilang di abad ke-16, kini muncul kembali.
Baca Juga: Arti Mimpi Makan Buah Apel Bawa Keberuntungan, Siap-siap Banjir Rezeki dan Kasih Sayang
Akun X Sam Elqudsy mengungkap banjir di wilayah pantura Semarang-Demak dengan sangat erat kaitannya dengan kembalinya selat muria yang pada masa lalu memang berada di tersebut.
Selat Muria merujuk pada wilayah Semarang Utara, Demak, dan sebagian daerah di kaki Gunung Muria dulunya merupakan bagian dari sebuah selat.
Sejarah mencatat pada abad ke-6 Masehi, dataran pulau Jawa dan Pulau Muria dipisahkan oleh lautan yang disebut selat Muria.
Namun, seiring dengan proses geologis seperti aktivitas vulkanik, tektonik, dan sedimentasi, selat tersebut secara perlahan-lahan menjadi dangkal dan akhirnya terbentuklah daratan seperti yang kita lihat saat ini.
Banjir yang sering terjadi di kedua daerah tersebut, bahkan hampir rutin setiap tahunnya. Beberapa faktor penyebab banjir dipicu oleh meluapnya beberapa sungai yang bermuara di bagian utara Semarang hingga Demak.
Selain itu tingginya muka air laut atau rob yang terjadi di Semarang Utara dan daerah Sayung juga turut memperparah situasi. Hal ini menyebabkan banjir menjadi lebih sering terjadi dengan durasi yang lebih lama.
Fenomena banjir ini tidak hanya dipicu oleh hujan lebat dalam waktu singkat, tetapi juga oleh kombinasi dari beberapa faktor kompleks lainnya.
Salah satunya penurunan tanah di daerah di pesisir Laut Jawa bagian utara. Bersamaan dengan pasang surut air laut, meningkatkan risiko banjir, terutama di wilayah pesisir dan daerah rendah lainnya.
Meski hubungan langsung antara Teori Selat Muria dan banjir yang terjadi di Semarang tidak terlihat secara langsung, pemahaman tentang sejarah geologis dapat memberikan pandangan yang berharga tentang kerentanan alami wilayah tersebut terhadap banjir.
Teori ini menjadi dasar untuk mempertimbangkan perbaikan yang diperlukan agar banjir tidak menjadi peristiwa yang sering terjadi di musim hujan maupun rob.
Dengan begitu, pengetahuan tentang sejarah masa lalu dan keadaan saat ini dapat menjadi landasan bagi pengambilan kebijakan yang tepat dalam menghadapi masalah banjir yang kerapkali terulang setiap tahun.***