Ma'ruf Amin Tegaskan Transaksi Dinar-Dirham di Pasar Muamalah Menyimpang

- 4 Februari 2021, 11:59 WIB
Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin. /Dok. wapresri.co.id/


MAPAY BANDUNG - Wakil Presiden Ma'ruf Amin angkat suara soal kegiatan jual beli dengan koin dinar-dirham di Pasar Muamalah, Depok.

Ma'ruf menilai, transaksi pasar bukan dengan mata uang rupiah tersebut menyimpang dari regulasi ekonomi dan keuangan di Indonesia.

"Penggunaan uang emas atau dirham itu tidak sesuai dengan ketentuan dan aturan yang ada di negara kita," ujar Wapres dikutip dari ANTARA, Kamis 4 Februari 2021.

Baca Juga: Bandung Kota Pertama Terapkan Tilang Elektronik, Polisi: Sebulan Lagi

Baca Juga: Soal Tudingan Kudeta, Moeldoko Ungkap Luhut Juga Pernah Bertemu Kader Demokrat

 

Ia mengapresiasi langkah Polri yang menangkap Zaim Saidi, pendiri Pasar Muamalah karena kegiatan keuangan ilegal tersebut tidak sesuai dengan peraturan transaksi yang berlaku di Indonesia.

Penegakan hukum yang dilakukan Polri sudah tepat, karena menurutnya untuk menjaga supaya tidak terjadi kekacauan dalam sistem keuangan nasional.

"Saya kira itu (Polri) tepat sekali, karena mereka tidak sesuai dengan aturan-aturan yang ada di dalam negara kita. Jadi tidak boleh ada suatu transaksi yang tidak sesuai dengan sistem yang ada di negara kita," jelasnya.

Baca Juga: Aksi Sadis Jukir Liar Pukuli Pengendara Karena Tidak Bayar Parkir, Dishub: Diproses Saja

Baca Juga: SEGERA GANTI ! WhatsApp Ancam Blokir Permanen Akun yang Pakai WA GB dan Sejenisnya

Pasar Muamalah beroperasi sejak 2014, berisi belasan pedagang yang menjual barang kebutuhan sehari-hari dengan menggunakan uang dirham dan dinar.

Komunitas perdagangan tersebut dibentuk dengan mengikuti tradisi pasar pada zaman Nabi, termasuk pungutan sewa tempat dan transaksi dengan menggunakan mata uang Arab Saudi.

Polisi menetapkan pendiri Pasar Muamalah Zaim Saidi sebagai tersangka atas pasal 9 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan pasal 33 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman hukuman satu tahun penjara dan denda Rp200 juta.***

 

Editor: Rizky Perdana

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah