Hukum Menghajikan Orang yang Sudah Wafat, Menurut Pendapat Syafi’i dan Hanafi

- 9 Juni 2023, 10:00 WIB
Ilustrasi haji.
Ilustrasi haji. /Pixabay/Konevi/

MAPAY BANDUNG - Kita tidak tahu kapan kita akan wafat, karena hal itu merupakan takdir Allah yang pasti dan tidak dapat dihindari. Kita bisa wafat secara tiba-tiba, sehingga kadang kala ada beberapa hal yang belum dicapai dalam beribadah, salah satunya pergi haji.

Sehingga muncul pertanyaan, apakah boleh menggantikan orang yang sudah mendaftar haji dengan maksud menghajikannya, sementara sang pengganti belum pernah haji?

Dilansir MapayBandung.com dari akun instagran NU Online, berikut penjelasan hukum menggantikan haji orang yang sudah wafat menurut Imam Hanafi dan Syafi’i:

Baca Juga: Buah Ini Dijamin Bikin Paru-paru Bersih Asap Rokok, Cukup Dimakan Mentah Kata dr Zaidul Akbar

Mazhab Syafi’i

Orang yang menggantikan haji orang lain, termasuk orang tuanya yang telah wafat diisyaratkan bahwa penggantinya sudah haji terlebih dahulu. Bila ia belum berhaji, maka tidak cukup atau tidak boleh untuk menggantikan haji orang lain. Bila tetap melakukannya, maka ibadah haji yang dilakukan akan tercatat menjadi haji bagi diriya.

Pendapat seperti ini juga menjadi pendapat Ibnu Abbar ra, al-Auza’I, imam Ahmad dan Ishaq. (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syahrul Muhadzzab, juz 7 halaman 117-118.


“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, sungguh Nabi SAW mendengar seorang lelaki membaca talbiyah: ‘laibaika dari syubrumah’. Beliaupun meresponnya dengan bertanya: ‘siapa syubrumah?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Saudara atau kerabatku.’ Nabi tanya lagi ‘Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri?’ Orang itu menjawab ‘belum.’ Nabi pun bersabda: ‘Hajilah untuk dirimu sendiri,kemudian baru haji untuk syubrumah.” [HR. Abu Dawud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan selainnya dengan sanad shahih].

Baca Juga: Hidangan Khas Idul Adha: Tongseng Sapi Ala Devina Hermawan, Rekomendasi Olahan Daging Kurban 2023

Hal ini menunjukan bahwa orang tidak boleh menghajikan orang lain sebelum menghajikan dirinya sendiri. Karena haji bagi dirinya sendiri hukumnya wajib, sementara haji orang lain tidak wajib baginya.

Seperti yang tertera dalam kitab Alauddin al-Kasani juz II halaman 213, bahwasanya tidak dibolehkan meninggalkan kewajiban diri sendiri karena melakukan sesuatu yang tidak wajib baginya.

Mazhab Hanafi

Orang yang belum haji boleh dan dianggap cukup untuk menggantikan haji orang lain yang berhalangan. Ulama madzhab Hanafi berpedoman pada hadits berikut:

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: ‘Al-Fadhl bin Abbas menjadi pengawal rasulullah SAW. Lalu datang perempuan dari Khats’am (salah satu kabilah dari Yaman). Sontak al-Fadhl memandang perempuan itu dan perempuan itu memalingkan wajah al-Fadhl ke sisi lain (agar tidak melihatnya). Lalu perempuan itu berkata: ’Wahai Rasulullah, sungguh kewajiban haji dari Allah kepada hamba-hambanya telah menjadi kewajiban bagi ayahku saat ia tua renta dan tidak mampu berkendara. Apakah aku boleh haji sebagai ganti darinya?’ Rasulullah SAW menjawab: ‘Ya’. Peristiwa itu terjadi dalam haji wada’. [Muttafaq ‘Alaihi, dan ini redaksi al-Bukhari]

Baca Juga: Bingung Mau Liburan Kemana? Ini 9 Rekomendasi Tempat Wisata di Bandung, Nomor 6 Bak Negeri Dongeng

Dapat disimpulkan, hukum menghajikan orang lain ternyata diperselisihkan ulama. Namun demikian, yang terbaik adalah tidak melakukannya dan mengalihkan haji orang yan sudah wafat tersebut kepada yang sudah haji. Karena kaidah fiqh menyatakan : ‘al-khuruj minal khilaf mustahab’, yang berarti jika keluar dari perbedaan ulama dengan mengikuti pendapat yang melarang adalah sunnah. (Nurul Izzah Pantjita/ Job Training)***


Ikuti berita MapayBandung.com lainnya di Google News.

Editor: Asep Yusuf Anshori


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x