"Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya."
Fujur berarti sifat-sifat buruk yang terpendam di dalam diri, dan takwa adalah hal kebalikannya, yakni bermakna potensi-potensi kebaikan dalam diri manusia.
"Demikian informasi al-Qur'an, wujud potensi fujur yang diinfokan ayat ini nampak pada segala sifat buruk yang dominan pada hewan seperti rakus, marah, ataupun tidak tahu malu. Sedangkan potensi takwa dapat tercermin pada aneka sifat kebaikan seperti qana'ah, sabar, jujur, rendah hati, dan lain-lain," tutur UAH.
Dengan merayakan Hari Raya Idul Adha, kita diharapkan dapat mengikis sifat fujur tersebut, sekaligus menguatkan sinyal takwa kepada Allah SWT.
"Sejatinya. potensi fujur tidaklah dicipta Ilahi kecuali untuk melatih potensi takwa agar berkembang dan matang, bukan untuk bersikap -mohon maaf- seperti binatang," kata Ustadz Adi Hidayat.
Hadirnya sifat fujur diciptakan oleh Allah SWT, untuk melatih kerendahan hati umat manusia.
"Bila Allah menciptakan marah misalnya, bukan berarti ingin menjadikan kita sebagai pemarah, apalagi beringas nan buas, namun untuk melatih sifat sabar agar semakin kuat dan matang. Pun demikian bila hadir sifat sombong misalnya, bukan berarti ingin menjadikan kita sebagai pribadi yang angkuh, namun untuk melatih kerendahan hati supaya tampil di muka, demikian seterusnya," katanya.
Oleh sebab itu, Ustadz Adi Hidayat mendorong seluruh umat Islam agar dapat merayakan Idul Adha yang 'sesungguhnya'.