Beras Naik Nggak Ngaruh, Kampung di Sebelah Barat Bandung Ini Punya Cadangan Beras Sampai 5 Tahun

- 1 Maret 2024, 18:00 WIB
Kawasan Kasepuhan Ciptagelar
Kawasan Kasepuhan Ciptagelar /BAPPEDA JABAR/



BRAGA, MAPAYBANDUNG.COM - Ada satu kampung yang berada di barat Kota Bandung yang mempunyai cadangan beras melimpah dan bisa mencukupi kebutuhan waganya sampai 5 tahun.

Kampung ini berada 176,4 KM sebelah barat Kota Bandung. Kita tentunya bisa belajar dari kampung ini, mengingat saat ini harga beras di Indonesia mengalami kenaikan. Harga beras diketahui sudah mencapai angka Rp18.000 per kilogram.

Berbicara tentang beras, rasanya kita mesti belajar dari kampung ini. Kampung yang dihuni 29 ribu jiwa ini mampu mencukupi kebutuhan pangannya setiap tahun.

Baca Juga: Rute Tol Dalam Kota Bandung yang Bakal Segera Dibangun Usai 17 Tahun Mangkrak

Mereka punya tradisi menanam padi turun temurun yang patut diacungi jempol. Kampung ini panen padi setahun sekali, namun cadangan berasnya bisa mencukupi kebutuhan 3 sampai 5 tahun.

Hal itu bisa terjadi karena mereka mempunyai aturan berupa larangan jual beli beli padi. Warga disana dilarang menjual maupun membeli padi. Padi yang mereka tanam bersama-sama, setelah panen disimpan di lumbung padi atau leuit dalam bentuk gabah.

Adapun kampung yang dimaksud adalah Kampung Adat Ciptagelar yang berada di Sukamulya, Desa Sinarresmi, kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Leuit bagi warga kasepuhan Ciptagelar tidak hanya berarti gudang tempat penyimpanan padi, melainkan berkaitan dengan simbol penghormatan pada Dewi, yaitu Nyi Pohaci Sanghyang Asri yang menampakkan dirinya dalam bentuk padi.

Baca Juga: Parah! 38 Ruas Jalan di Jakarta Tergenang Banjir, BPBD Sebut Karena Curah Hujan

Setiap kali panen, mereka menyimpan 10% padi di leuit sehingga tidak heran jika di sana terdapat padi yang usianya ratusan tahun. Bagi warga kasepuhan Ciptagelar, padi merupakan kehidupan, bila seseorang menjual beras atau padi, berarti menjual kehidupannya sendiri.

Mengutip Ejournal Undiksha pada Jumat 1 Maret 2024, masyarakat disana masih memegang teguh kebudayaan dan tradisi dari peninggalan leluhur yang diwariskan sejak 6 abad silam.

Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar mendiami wilayah yang berada di dalam hutan dengan ketinggian 800-1200 mdpl, terletak dibawah Gunung Halimun yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Kampung ini dipimpin oleh Abah sebagai posisi kepala atau pemangku dari struktur kelembagaan adat. Posisinya bisa didapat berdasarkan keturunan dan bukan dipilih serta ditetapkan oleh masyarakat Kasepuhan.

Baca Juga: Waduh! Ada Dugaan Pungli 2,5 Persen dari Pembebasan Lahan Tol Getaci, Begini Kata Pemkab Garut

Tradisi yang masih terus tetap terjaga disana, semua kegiatan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari kepercayaan atau budaya yang ada di desa ini, terutama dalam bidang pertanian dan bercocok tanam.

Istilah ‘Mupusti pare, lain migusti’ yang artinya memuliakan padi tapi bukan menuhankan, menjadikan pertanian sebuah ritual adat yang sangat penting dan sakral di Ciptagelar.

Sehingga dalam proses pertanian terdapat aturan-aturan adat yang memiliki kearifan lokal di dalamnya.

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar juga memegang teguh tradisi untuk senantiasa melestarikan alam yakni hutan. Komunitas adat ini memiliki sistem hukum adat dalam hal memanfaatkan dan mengelola hutan.

Terdapat 3 pembagian zona atau wilayah hutan yaitu Hutan Titipan, Tutupan, dan Garapan dalam ruang lingkup adat kasepuhan.

Adanya pembagian tersebut bertujuan agar kelestarian hutan tetap terjaga karena masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar menyakini bahwa hutan merupakan unsur yang paling penting bagi keberlangsungan hidup manusia.

Itulah Kesepuhan Adat Ciptagelar dengan tradisi uniknya, yang membuat mereka tidak khawatir akan ketersediaan pangan, terutama beras.***

Editor: Rian Firmansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah