"Ini perlu ada desain solution, karena shelter ini sifatnya tidak permanen, mobile jadi bisa di majukan dimundurkan atau dipindahkan titik nya sesuai dengan perkembangan situasional. Kedua, shelter harus memiliki nilai tambah untuk penumpang yang akan menggantikan moda transportasi nya dari sider ke TMB dan lainnya. Itu fungsi-fungsi edukasi harus ada disana," katanya.
Folmer mencontohkan, shelter di Jakarta sudah lebih modern bahkan lebih nyaman. Ada fasilitas pendingin udara, di beri jaringan internet WiFi gratis untuk masyarakat yang menunggu.
"Karena masyarakat kalau menunggu angkot, TMB, 5-10 menit kadang-kadang akan butuh komunikasi melakukan aktivitas. Sehingga shelter itu bisa menjadi nilai tambah penumpang," bebernya
Baca Juga: Misteri Malam 1 Suro, 4 Weton Ini Dipercaya Akan Sial pada Malam Pergantian Tahun Jawa
"Disetiap shelter harus bisa iconic, merupakan daya tarik misalnya tempat-tempat sharing menjadi salah satu bentuk bahwa kita memfasilitasi orang-orang yang ingin melanjutkan perjalanan jauhnya dengan transportasi publik," tandas Folmer.
Sebelumnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung memutuskan untuk membongkar sekira 21 shelter (halte) Trans Metro Bandung (TMB). Pembongkaran dilakukan dengan berbagai pertimbangan, di antaranya sudah tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.***