Harga Beras Masih Mahal! Warga Kampung di Bandung Ini Justru Tidak Pernah Makan Nasi, Kok Bisa?

28 Februari 2024, 14:00 WIB
Cara makan nasi putih bagi penderira diabetes /


BRAGA, MAPAYBANDUNGCOM - Masyarakat saat ini masih dihadapkan dengan harga beras yang mahal. Ya, beras memang masih menjadi makanan pokok masyarakat.

Namun tahukah anda, ada sebuah kampung di Bandung yang justru warganya tidak mengkonsumsi beras sebagai bahan pokok.

Ya, kampung yang warganya tidak mengkonsumsi beras atau nasi ini berjarak 17 KM dari Kota Bandung.

Baca Juga: KABAR BAIK! Pembangunan Tol Getaci Dilanjut Tahun Ini, Pembebasan Lahan Sudah Sampai Garut

Ternyata ada alasan lain di balik kebiasaan warga di kampung unik ini tidak pernah makan nasi secara turun temurun.

Bukan karena tidak bisa mengolah nasi ataupun membeli beras, namun ada pantangan yang berlaku di kampung ini, yaitu tidak boleh memakan nasi.

Ya, kampung unik yang warganya tidak pernah makan ini bernama Kampun Adat Cireundeu.

Kampung Adat Cireundeu sendiri berada di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.

Baca Juga: Miris! Ibu Hamil Terjatuh Saat Berdesakan Mengantre Beras Murah SPHP, Netizen: Mirip di Jalur Gaza

Dilansir MapayBandung.com dari laman Pemkot Cimahi pada Rabu 28 Februari 2024, Kampung Adat Cireundeu memiliki luas wilayah sekitar 64 hektare.

Sebagian besar wilayahnya merupakan lahan pertanian dan juga hutan. Adapun pemukiman hanya di lahan 4 hektare.

Masyarakat di kampung ini sebagian besar merupakan petani singkong Oleh karenanya, untuk mengganti nasi, mereka mengkonsumsi singkong, hasil tanam sendiri. Tradisi ini merupakan nilai kebudayaan yang mereka pegang teguh turun temurun.

PAPAN nama Kampung Adat Cireundeu RW 10 Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.*/DOK PRFM

Meski tidak makan nasi, namun mereka tetap kuat melakukan aktivitas bertani singkong dan umbi-umbian lainnya.

Pengolahan singkong menjadi rasi telah dilakukan masyarakat Kampung Adat Cireundeu selama kurang lebih 85 tahun. Hal tersebut membuat mereka mandiri soal pangan. Kehidupan di sini bisa dibilang tak terpengaruh gejolak ekonomi-sosial, terutama soal fluktuasi harga beras.

Begitu sampai di gerbang masuk Kampung Adat Cireundeu, kita akan disambut oleh monumen Meriam Sapu Jagat. Simbol Satria Pengawal Bumi Parahyangan ini juga dilengkapi tugu mungil bertuliskan Wangsit Siliwangi, yaitu jujur, ksatria, membela rakyat kecil, sayang pada sesama, dan menjadi wibawa.

Kampung Cirendeu dihuni oleh 367 kepala keluarga atau kurang lebih 1.200 jiwa. Terdiri dari 550 orang perempuan dan 650 orang laki-laki. Kondisi sosial masyarakat di kampung Cireundeu memiliki keadaan sosial yang terbuka dengan masyarakat luar.

Namun kebanyakan masyarakat kampung Cireundeu tidak suka merantau atau berpisah dengan orang-orang sekerabat.

Baca Juga: Ikuti Jejak Ridwan Kamil, Pria Berkacamata Ini Beri Kode Maju di Pilgub Jabar 2024: Lagi di Bandung

Pola pemukiman di kampung Cireundeu memiliki pintu samping yang harus menghadap ke arah timur. Bertujuan agar masuknya cahaya matahari ke bumi. Kehidupan antar masyarakat hidup dengan semangat gotong royong. Kampung Cireundeu didominasi masyarakat Muslim, namun keberadaan masyarakat adat menjadikan kampung banyak dikunjungi dan dijadikan tempat wisata, penelitian, acara adat, bahkan acara-acara lain yang bekerjasama dengan berbagai pihak.

Masyarakat adat tersebar di tiga RT. Jumlahnya sebanyak 67 kepala keluarga dengan 59 kepala keluarga. Berdiri sebuah masjid, dan bale sarasehan atau tempat untuk berkumpul atau pertemuan masyarakat adat.

Kehidupan yang harmonis dan saling gotong royong tergambar dalam setiap kegiatan seperti saat kelahiran yang saling membantu dalam menyediakan kendaraan.

Saat ada keluarga warga yang meninggal, mereka saling membantu menggali tanah. Namun masyarakat yang berbeda keyakinan tak ikut serta dalam ritual pemakaman.

Baca Juga: RESMI KPU RI Rilis Jadwal Lengkap Pilkada 2024: Total Ada 11 Tahapan, Sudah Dimulai Hari Ini

Sedangkan dalam perkawinan, masyarakat adat dan agama atau kepercayaan lain saling mengucapkan permisi dan mengundang satu sama lain.

Namun kebiasaan masyarakat datang sehari sebelum acara perkawinan digelar. Sehingga saat hari perkawinan, undangan yang datang adalah keluarga, saudara, teman dan lainnya.

Adapun peringatan atau upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat adat, seperti peringatan satu sura atau tanggal 1 sura sesuai kalender Saka Sunda. Masyarakat dengan kepercayaan lain mengikuti persiapan dan ikut berpartisipasi dalam jalannya acara.

Demikian informasi soal kampung unik bernama Kampung Adat Cireundeu yang warganya tidak pernah makan nasi atau beras.***

Editor: Asep Yusuf Anshori

Tags

Terkini

Terpopuler