Saat Malam 1 Suro tiba, masyarakat umumnya melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa).
Bahkan, sebagian orang memilih menyepi untuk semedi di tempat sakral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di makam keramat.
Baca Juga: Demi Konten, Remaja Tewas Menggenaskan Usai Ditabrak Truk Tangki
Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci.
Sebab, bulan Suro adalah bulan yang tepat untuk melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi untuk mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa.
Cara yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk berinstrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu.
Baca Juga: Ezra Walian Mulai Pulih, Robert Harap Bisa Diturunkan saat Persib vs Madura United
Sepanjang bulan Suro, masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada.
Eling artinya manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan dimana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan. Sedangkan waspada, berarti manusia juga harus terjaga dan waspada dari godaan yang menyesatkan.
Oleh sebab itu, dapat dipahami jika kemudian masyarakat Jawa pantang melakukan hajatan pernikahan selama bulan Suro.***