Waspada! Kominfo Bagikan 5 Tips untuk Mengenali Modus Penipuan Online

- 20 Agustus 2021, 15:54 WIB
ILUSTRASI peretas atau hacker.*
ILUSTRASI peretas atau hacker.* /PRFMNEWS

MAPAY BANDUNG - Modus penipuan online yang menggunakan data pribadi saat ini tengah marak terjadi.

Oleh karenanya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berupaya menjaga ruang digital tetap kondusif terutama dalam sektor keuangan.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan mendorong masyarakat waspada dengan mengenali modus pelaku penipuan online serta membiasakan diri melindungi data pribadi.

Hal itu ia sampaikan dalam Webinar Beritasatu “Mewaspadai Jeratan Pinjaman Online Ilegal” dari Jakarta, Kamis 19 Agustus 2021.

“Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasanya terjadi di ruang digital, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering,” ujarnya.

Baca Juga: Heboh! Ada Sosok Perempuan Berbaju Putih Saat Acara MasterChef Indonesia Season 8, Kamu Melihatnya?

Semuel menjelaskan untuk modus penipuan berupa phising dilakukan oleh oknum yang mengaku dari lembaga resmi dengan menggunakan telepon, email atau pesan teks.

“Seolah-lah dari lembaga resminya, namun sebetulnya mereka ingin menggali supaya kita memberikan data-data pribadi kita. Data-data pribadi ini biasanya digunakan untuk kejahatan berikutnya. Mereka menanyakan data-data sensitif untuk mengakses akun penting yang mengakibatkan pencurian identitas hingga kerugian,” paparnya.

Oleh karena itu, apabila mengalami hal ini, masyarakat harus teliti membaca dengan benar dan melihat secara seksama isi dari SMS maupun email apakah benar pengirimnya berasal dari institusi asli.

Modus kedua, menurut Semuel adalah phraming handphone, yakni penipuan dengan modus mengarahkan mangsanya kepada situs web palsu dimana entri domain name system yang ditekan/di-click korban akan tersimpan dalam bentuk cache.

“Sehingga dapat memudahkan pelaku untuk mengakses perangkat pelaku secara illegal. Contohnya, pembuatan domain seolah-olah mirip dengan asal institusi dari yang aslinya. Pelaku akan menaruh atau memasang malware supaya nantinya bisa mengksesnya secara illegal," katanya. 

Baca Juga: Dapat 'Kadeudeuh' Rp155 Juta dari Bupati Bandung, Windy Cantika Aisah : Seneng Banget

"Kasus seperti ini banyak terjadi umpamanya ada yang whatsapp-nya disadap/diambilalih karena ponsel sudah dipasangkan malware oleh pelaku sehingga data-data pribadinya dicuri,” jelasnya.

Mengenai modus ketiga, Semuel menyebutnya sniffing.

Menurutnya, dengan modus itu, oknum pelaku akan meretas untuk mengumpulkan informasi secara illegal lewat jaringan yang ada pada perangkat korbannya dan mengakses aplikasi yang menyimpan data penting pengguna.

Sniffing ini paling banyak terjadi bahayanya kalau kita menggunakan/mengakses wifi umum yang ada di publik, apalagi digunakannya untuk bertransaksi. Ini bahaya, karena sniffing itu kan biasanya terjadi di jaringan yang umum diakses publik, di situlah pelaku memanfatkannya,” tuturnya.

Modus keempat, yakni money mule. Semuel menjelaskan, penipuan jenis ini misalnya ada oknum yang meminta korbannya untuk menerima sejumlah uang ke rekening untuk nantinya ditransfer ke rekening orang lain.

“Kalau di luar negeri mereka berani kliring cek, kita dapat cek tapi begitu kita periksa ternyata cek itu bodong. Begitu kita masukkan, kan kalau di sana prosesnya masuk itu muncul dulu di rekening kita. kalau ternyata tidak clearing, dipotong. Lalu, jika sudah digunakan harus dikembalikan,” jelasnya.

Baca Juga: Hadiri Pernikahan Rizky Billar, Dinda Hauw Jadi Inget Momen Satu Tahun Lalu

Sementara di Indonesia sendiri, lanjut Semuel, biasanya pelaku akan meminta calon korban untuk pembayaran pajaknya dikirim terlebih dahulu.

“Money mule ini biasanya ditanyakan pelaku dengan calon korban, maukah dapat hadiah atau pajaknya dikirim dulu. Jadi, sekarang itu masyarakat perlu berhati-hati karena money mule ini digunakan untuk money laundry atau pencucian uang. Kamu akan saya kirim uang, tapi harus transfer balik ke rekening ini. Jadi, ini juga marak dan perlu kita waaspadai,” tegasnya.

Dirjen Aptika Kementerian Kominfo itu menyebutkan modus kelima yaitu social engineering.

Ia menegaskan modus ini perlu diwaspadai agar tidak terjadi penipuan online.

“Jadi social engineering ini, pelaku memanipulasi psikologis korban hingga tidak sadar memberikan informasi penting dan sensitif yang kita miliki. Pelaku mengambil kode OTP atau password karena sudah memahami behavior targetnya. Dengan kata lain, masyarakat seringkali tidak sadar seringkali membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga,” tandasnya.***

Editor: Rian Firmansyah

Sumber: Kominfo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah