Data BPS: 20 Persen Masyarakat Indonesia Masih Tak Mau Divaksin

9 Agustus 2021, 19:23 WIB
Ilustrasi. Ibu hamil saat ini diperbolehkan untuk mendapatkan suntikan vaksin Covid-19, berikut ini persyaratannya. /prfmnews.id

MAPAY BANDUNG - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil survei tentang perilaku masyarakat selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) serta alasan belum melakukan vaksinasi.

Dari hasil survei itu diketahui terdapat 20% masyarakat Indonesia yang menyatakan tidak mau divaksin. Dari jumlah itu, 4,2% di antaranya karena tidak percaya efektivitas vaksin dan 15,8% karena khawatir akan efek samping dari vaksin.

Perilaku masyarakat yang tidak mau divaksin ini sebenarnya bukan hanya di Indonesia, kelompok yang kemudian disebut anti-vax ini juga terdapat di negara lain termasuk negara maju.

Sejumlah masyarakat pernah ditanya terkait alasannya tidak mau mendapat vaksin. Mereka beralasan karena takut terjadi sesuatu terhadap tubuhnya dan tidak percaya efektivitas dari vaksin yang digunakan.

Baca Juga: Sempat Patah Tulang Hidung, Teja Paku Alam Harus Pakai Topeng Pelindung

Salah satunya Siti Khodijah (45) seorang ibu rumah yang tidak yakin akan efektifitas vaksin pemerintah.

"Yang sudah divaksin juga ada yang covid,jadi takut aja kalau divaksin" kata Siti.

Adapula Agus Supriatna (35), menurutnya vaksin yang digunakan oleh Indonesia belum memenuhi uji klinis yang sesuai.

"Seharusnya setiap vaksin yang masuk ke Indonesia diuji secara menyeluruh. Bagi saya vaksin yang sekarang ini masih beresiko," kata Agus.

Hasil survei BPS soal perilaku masyarakat pada PPKM Darurat. Ternyata, 20 Persen masyarakat Indonesia masih tak mau divaksin. Sumber BPS dan diolah oleh Tim Media Sosial PRFM, Wiga Winaka

Baca Juga: Link Streaming Pernyataan Presiden Jokowi Soal Keputusan PPKM Level 4 Malam Ini, Diperpanjang atau Tidak?

Selain itu kerap juga ditemui, kalangan masyarakat yang meragukan vaksinasi karena terpengaruh informasi hoax di media sosial. Seperti informasi tentang adanya chip khusus dalam vaksin.

Dengan masih banyak persepsi berbeda masyarakat dalam memahami vaksinasi. hal itu kemudian memunculkan mispersepsi, kecurigaan dan ketakutan.

Untuk itu, Sosiolog dari Universitas Padjadjaran, Ari Ganjar mengatakan selain pemerintah yang gencar sosialisasi, keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat, ahli kesehatan, media massa dan sosok berpengaruh lainnya dalam meyakinkan masyarakat adalah hal yang penting.

"Jangan sampai ada pertanyaan - pertanyaan dimasyarakat itu menjadi liar, disini perlu peran dari pemerintah dalam meyakinkan. Tokoh tokoh publik juga sangat memberikan pengaruh dan harus diperhatikan agar tidak memberikan pandangan yang kontraproduktif dengan usaha vaksin," kata Ari saat On Air di PRFM, Sabtu 7 Agustus 2021.

Sementara itu, Ahli Kesehatan Masyarakat, Deni Sunjaya menilai penolakan vaksin bukanlah isu baru dimasyarakat, pasalnya hal ini sudah lama terjadi dan Indonesia menjadi sorotan dunia dalam penolakan vaksin ini.

Baca Juga: Ingin Mengikuti Vaksinasi di Kabupaten Bandung? Segera Daftar di Link Ini Sebelum Ditutup

Namun Deni merasa hasil BPS yang menunjukan 20% masyarakat tidak mau divaksin itu lebih baik karena sebelumnya berdasarkan perhitungannya, Deni memprediksi angkanya lebih besar daripada itu.

"20 persen itu angka yang cukup bagus itu sudah kemajuan, di Amerika saja sekitar 30 persen penolakannya,"ujar Deni.

Lantas mengapa Indonesia menjadi perhatian dunia, menurut Deni ada beberapa penyebab.

"Yang disoroti di Indonesia melihat penolakan dari sisi religiusitas, seperti ketidakpercayaan terhadap vaksin yang dianggap masyarakat dibuat dari barang barang haram. Kedua pandangan dari influencer yang membuat bias informasi, Ketiga ketidaktahuan dan keempat peran dari pemimpin di masyarakat," ungkap Deni.***

Editor: Haidar Rais

Tags

Terkini

Terpopuler