Hasil Survei: Meski Tempat Ibadah Dibatasi, Ternyata Masyarakat Indonesia Makin Religius Saat PPKM Darurat

23 Juli 2021, 09:18 WIB
Ilustrasi muslim berdoa didalam masjid. /Pexels/Abdullah ghatashes

MAPAY BANDUNG – Adanya PPKM Darurat Jawa-Bali membuat pembatasan dari berbagai macam sektor, termasuk tempat ibadah.

Seperti halnya Hari Raya Idul Adha yang baru saja berlalu, MUI memiliki kebijakan untuk tidak membuka tempat ibadah di daerah PPKM Darurat untuk mengurangi resiko penularan.

Walaupun tempat ibadah dibatasi, namun diketahui masyarakat Indonesia semakin religius di masa pandemi ini.

Dikutip MapayBandung.com dari laman Kemenag.go.id pada 21 Juli 2021 lalu, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Kagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, telah melakukan survei mengenai Urgensi Layanan Kagamaan di Masa Pandemi.

Pada survei ini, salah satu hasil yang didapatkan adalah meningkatkanya religiuitas masyarakat di masa pandemi.

Achmad Gunaryo sebagai Kepala Balitbangdiklat Kemenang, menyampaikan survei ini dilakukan secara daring, dan ditemukan bahwa secara umum masyarakat di Indonesia semakin religius, terlebih pada saat masa pandemi.

Baca Juga: Mengejutkan! Wajah Raisa Ukuran 'Raksasa' Terpampang di Time Square Amerika

“Survei kita lakukan secara daring, pada 8-17 Maret 2021. Ditemukan, mayoritas responden merasa semakin relijius (taat beragama) sejak mereka mengalami/menjalani pandemi Covid-19. Nilainya mencapai 81%," tutur Achmad.

Ia juga mengatakan bahwa sebanyak 97% dari responden juga merasa keyakinan atau keagamaan mereka secara psikologis dapat membantu mereka untuk menghadapi pandemi yang masih berlangsung sampai saat sekarang ini.

Namun, Achmad juga menyayangkan situasi dimana masih sedikitnya layanan konsultasi psiko-spritual yang ada di Indonesia, karena layanan ini sangat berguna bagi masyarakat dalam situasi dan kondisi krisis seperti pandemi saat ini.

“Kondisinya, masih sedikit layanan konsultasi psiko-spiritual (psikologi keagamaan) yang tersedia. Menurut teori, dalam situasi krisis, seperti pandemi Covid-19 ini, ketika orang mengalami ketakutan, penderitaan, atau penyakit sering mengalami pembaruan spiritual,” ucapnya.

Survei yang dilakukan bersumber dari sebanyak 1.550 para penderita Covid-19, penyintas, dan masyarakat di 34 Provinsi di Indonesia. Jenis sampling yang digunakan adalah Accidental sampling (non-probabilitas), metode ini digunakan karena penemuan penelitian hanya berlaku bagi responden. Selanjutnya metode penelitian yang dilakukan berupa kualitaif dengan melakukan wawancara per telepon 20 informan terpilih.

Baca Juga: Polda Jabar Ringkus Tersangka Penimbun Obat Oseltamivir 75mg dengan Omzet Ratusan Juta Rupiah

Survei ini menggunakan teori dan instrumen FICA Spiritual History Tool yang dikembangkan Puchalski (1996), beberapa temuan atas pertanyaan dalam survei ini adalah sebagai berikut:

- Kebanyakan responden sangat setuju dan setuju (55,1%), merasa Covid memengaruhi keyakinan/praktik keberagamaan.

- Sebanyak 61.6% responden merasa bahwa pandemi Covid yang berlangsung lama mendorong mereka menemukan makna hidup.

- Mayoritas responden (81%) merasa semakin relijius (taat beragama) sejak mengalami/menjalani pandemi Covid-19.

- Mayoritas responden (97%) merasa keyakinan/keberagamaan mereka membantu (secara psikologis) mereka menghadapi Covid dan dampaknya.

- Sebanyak 86,7% responden berupaya terhubung dengan (mencari support dari) pemuka agama dan komunitas agama mereka.

- Selama menjalani pandemi, mayoritas responden (89,4%) merasa mendapat dukungan mental-spiritual (ada support system) dari pemuka agama dan komunitas agamanya.

- Saat isolasi/menyendiri, ragam aktivitas dilakukan. Sebanyak 56,3% mendengar/membaca kitab suci, 47,2% mendengar ceramah, dan 42,8% dzikir/meditasi. Sedikit sekali yang konsultasi-psikologis khusus. Hanya 22,1% responden yang mengaku pernah mendapat konseling psikologis-keagamaan, selama menjalani pandemi ini.*** (Sulhia Hifni/JOB)

Editor: Haidar Rais

Sumber: Kemenag

Tags

Terkini

Terpopuler