Soal KLB di Deli Serdang Medan, Mahfud MD: Pengurus Resmi Partai Demokrat Adalah AHY Putra SBY

7 Maret 2021, 12:55 WIB
Kemenko Polhukam Mahfud MD mengatakan perlakuan pemerintah saat ini sama semasa Presiden SBY terhadap PKB versi Gus Dur dan versi Cak Imin //Foto tangkapan layar video Kemenko Polhukam//

MAPAY BANDUNG - Pemerintah melalui Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan bahwa pengurus resmi Partai Demokrat adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum (Ketum), putra dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurutnya, Pemerintah belum menerima informasi resmi soal Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Medan yang memenangkan Moeldoko sebagai Ketum Partai Demokrat.

Dalam video yang diunggah di kanal Youtube Kemenko Polhukam RI, Mahfud menyebut jika ada perkembangan baru dalam KLB sebuah partai, lalu hasilnya dilaporkan, baru pemerintah dapat melakukan penilaian.

Baca Juga: WOW! Ternyata Ada Fitur Rahasia di Google, Sudah Tahu?

"Bagi pemerintah belum ada secara resmi laporan tentang KLB itu. Jadi tidak ada masalah hukum sekarang.Pengurusnya yang resmi di kantor Pemerintah itu adalah AHY. AHY, putra Susilo Bambang Yudhoyono," ungkap Mahfud.

Pemerintah baru akan menilai lebih jauh, jika ada laporan resmi hasil pertemuan dari kelompok KLB di Deli Serdang.

"Kalau terjadi perkembangan baru nanti, misalnya dari KLB, misalnya ya. Atau orang yang, misalnya, dari kelompok yang menyatakan KLB di Deli Serdang itu, lalu melapor 'ini hasilnya', baru Pemerihtah menilai apakah ini sah atau tidak. Sesuai dengan Undang-Undang atau tidak, Sesuai AD ART atau tidak. Penyelenggaranya siapa, baru kita nilai nanti.Nanti Pemerintah akan memutuskan, ini sah ini tidak sah dan seterusnya.Nanti silahkan Pemerintah akan berpedoman pada aturan aturan," lanjutnya.

Baca Juga: Update Kasus Corona Indonesia Hari Ini Sabtu 6 Maret 2021 : 6.823 Orang Sembuh

Menurut Mahfud, Pemerintah dihadapkan dengan situasi yang serba sulit dalam bersikap. Sebab tidak bisa memutuskan hanya karena sebatas opini.

"Kalau ada masalah internal partai seperti itu, Pemerintah memang dihadapkan pada serba sulit untuk bersikap. Apakah ini akan dilarang apa tidak. Secara opini kita mendengar, 'oh ini tidak sah, ini sah' secara opini. Tapi secara hukum kan tidak bisa kita menyatakan sah tidak sah sebelum ada data dokumen di atas meja,"

Persoalan ini juga sempat terjadi pada 2002, saat Matori Abdul Jalil mengambil alih PKB dari kelompoknya Gus Dur.

"Pada tahun 2002 Pak Matori Abdul Jalil misalnya, mengambil alih PKB dari kelompoknya Gus Dur, Presiden Megawati tidak bisa berbuat apa-apa, bukan tidak mau. Tidak bisa melarang karena ada Undang-Undang yang tidak boleh melarang orang berkumpul," katanya dalam video.

Baca Juga: Jadwal Liga Inggris Pekan Ini : Big Match Manchester City vs Manchester United

Tak hanya itu, kejadian yang serupa juga pernah terjadi pada zaman SBY. Dualisme PKB saat itu terjadi di Parung dan Ancol.

"Pada zaman Pak SBY sama, Pak SBY juga tidak melarang ketila, misalnya, ada dualisme PKB yang muncul di Parung dan di Ancol. Pak SBY juga tidak melakukan apa-apa. Dibiarkan, serahkan ke pengadilan kan gitu. Akhirnya pengadilan yang memutus," lanjut Mahfud.

Menko Polhukam berpendapat, apa yang dilakukan Pemerintah saat ini dan yang akan datang, tidak boleh masuk pada urusan internal partai politik.

"Jadi sama kita, dan yang akan datang Pemerintah pun tidak boleh lho kalau ada orang internal lalu ribut lalu mau dilarang. Seharusnya Partai sendiri yang solid di dalam jangan sampai pecah," pungkasnya.***

Editor: Haidar Rais

Tags

Terkini

Terpopuler