MAPAY BANDUNG - Berikut ini kisah wali Allah bernama Joko Tingkir, yang disebut sakti karena rakitnya didorong 40 ekor buaya.
Bicara tentang Joko Tingkir, pasti tak banyak yang tahu jika tokoh Jawa kuno tersebut merupakan seorang wali Allah.
Menurut mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Joko Tingkir bahkan sempat menjabat Kesultanan Pajang.
Lantas, benarkah Joko Tingkir memiliki kesaktian yang tak tertandingi hingga bisa perintahkan 40 ekor buya untuk mendorong rakitnya?
Baca Juga: Kalahkan Persib 2-3, Bali United Amankan Poin Penuh dari Laga Tandang di Bandung
Sebelumnya, Gus Dur mengonfirmasi jika Joko Tingkir merupakan seorang wali Allah.
“Joko Tingkir itu wali, Kyai itu,” jelasnya, dikutip MapayBandung.com dari YouTube Wasis Kubro Chanel, Selasa 23 Agustus 2022.
Ia bahkan sempat menjabat sebagai seorang Sultan, di Kesultanan Pajang (Dahulu Kesultanan Demak)
Nama Joko Tingkir saat menjabat sebagai seorang Raja Kesultanan Pajang, adalah Sultan Hadiwijoyo.
“Joko Tingkir disebut Sultan Hadiwijoyo,” lanjut Gus Dur.
Sultan Hadiwijoyo atau Joko Tingkir memiliki seorang anak angkat bernama Sutowijoyo.
Awalnya, hubungan antara anak dan ayah angkat berlangsung baik.
Hingga suatu ketika, Sutowijoyo mengkudeta Suktan Hadiwijoyo atau Joko Tingkir, melalui sebuah tanding.
Joko Tingkir kalah, ia pun harus merelakan singgasana yang selama ini biasa ia duduki.
Baca Juga: Pemula Wajib Tahu, Inilah Manfaat Air Bekas Cucian Beras untuk Perkutut
Gak lagi tinggal di Kesultanan, Joko Tingkir pergi ke Sumenep menyusuri sungai Bengawan Solo, menggunakan sebuah rakit.
Diceritakan, jika rakit tersebut didorong 40 ekor buaya.
Mendengar kisah tersebut, pasti semua orang berdecak kagum dengan kesaktian Joko Tingkir, yang bisa memerintahkan 40 ekor buaya.
Namun menurut Gus Dur, kisah tersebut hanyalah sebuh kiasan.
Makna dibalik rakit Joko Tingkir didorong 40 ekor buaya, adalah sebuah perumpamaan karena ia tak bisa kembali lagi merebut Kesultanan Pajang.
Jika Joko Tingkir lompat dari rakit untuk kembali ke Kesultanan Pajang, maka ia akan dihabisi 40 ekor buaya.
Artinya, Joko Tingkir tak mungkin bisa mengalahkan Sutowijoyo yang bergelar Panembahan Senopati.
Maka dari itu, Joko Tingkir memilih jalan hidup yang baru, dan mendirikan pondok pesantren hingga akhir hidupnya.
Begitulah kisah Joko Tingkir dan 40 ekor buaya, yang ternyata hanya sebuh kiasan.***