Dalam kerja sama franchise SPBKLU yang disediakan PLN, calon mitra dapat berperan sebagai penyedia fasilitas kendaraan listrik, penyedia lahan maupun properti, serta penyedia operasional dan pemeliharaan SPBKLU.
"Salah satu skema partnership yang ditawarkan PLN adalah franchise, di mana mitra tidak perlu direpotkan dengan perizinan, penyediaan peralatan, pemeliharaan, serta aplikasi pendukung dalam pengisian ulang kendaraan listrik," tulisnya.
Darmawan berharap dengan semakin banyaknya SPBKLU dapat mendukung pembangunan ekosistem kendaraan listrik guna transisi energi bersih di Tanah Air.
Dari sisi emisi, lanjut Darmawan, sektor transportasi memanfaatkan 280 juta ton CO2 per tahun. Ini menjadi salah satu penyumbang emisi karbon dan beban subsidi tertinggi di Indonesia. Jika dibiarkan tanpa intervensi maka pada tahun 2060 akan menjadi 860 juta ton CO2e.
Darmawan menuturkan, penggunaan kendaraan listrik lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan kendaraan BBM. Dari perhitungan 1 liter BBM sama dengan 1,2 kWh listrik. Emisi karbon 1 liter BBM itu 2,4 kilogram. Sedangkan 1 kWh listrik pada sistem kelistrikan di Indonesia, emisinya hanya sekitar 0,85 kg CO2e. Artinya kalau 1,2 kWh, emisinya sekitar 1,1 kg CO2e.
"Dengan menggunakan kendaraan listrik maka kita sudah menjadi bagian dalam mengurangi emisi karbon lebih dari 50 persen," jelasnya.
SPBKLU kini telah banyak digunakan oleh pengguna motor listrik. Kemudahannya juga telah dirasakan oleh salah satu pengemudi ojek pemberani di Jakarta, Achmad Iskandar. Menurutnya untuk satu baterai penuh bisa digunakan untuk menempuh jarak sekitar 60 kilometer.
"Saya setiap hari bisa lebih dari 60 km. Hadirnya SPBKLU ini membuat penggunaan motor listrik lebih mudah, karena penggantian baterainya cepat dan bisa kembali bekerja mengantar penumpang," pungkas Achmad.***