Soreang menjadi “tekuklereng”, sehingga air tanah yang meresap di ketinggian gunung, ke luar di mata air dengan jumlah yang sangat berlimpah, dan para kelana dapat membersihkan diri, mensucikan pikiran serta hati.
Bila sampai ke tempat ini memasuki petang, tempat ini berkembang menjadi pangauban, menjadi tempat untuk berteduh, berlindung dari dingin malam, dan gangguan binatang.
Keesokan harinya perjalanan akan dimulai lagi menuju berbagai arah sesuai dengan tujuanya masing-masing.
Jika dihubungkan dengan petilasan Eyang Bunisora di Gunung Sadu ada yang menyebut bahwa "Soreang" berasal dari 2 kata dalam bahasa sunda yaitu "Sora - Hyang".
Sora berarti suara dan Hyang berarti menghilang atau ngahiyang. Namun karena dialek pengucapan tiap daerah yang berbeda kata Sorahyang berubah menjadi Soreang.
Baca Juga: Hasil Liga Inggris Tadi Malam, Arsenal Imbang, Man City Terbang ke Puncak Klasemen
Dari tempat dengan ketinggian antara +720–740 mdpl yang melandai ke arah timur dan utara sampai ketinggian +660 mdpl, para pengelana dapat melihat kemegahan bentang alam dikala petang, dan pesonanya di pagi hari.
Sehingga pangauban itu sekaligus menjadi "karangtingal", menjadi titik pandang untuk melihat sekelilingnya secara sekilas pandang.
Inilah yang menjadi alasan mengapa tempat tersebut dinamai Soreang.
Dari Soreang pada pagi hari dapat melihat dengan nyata dengan pandangan yang bisa lepas sampai jauh.