Mengenal Tradisi Kupatan yang Populer Di Hari Raya Idul Fitri, Ternyata Memiliki Sejarah yang Panjang

9 April 2024, 16:45 WIB
Mengenal tradisi kupatan yang populer di masyarakat Jawa dan Sunda selama 1 minggu setelah hari Raya Idul Fitri /flickr.com/

BRAGA, MAPAY BANDUNG - Terdapat berbagai macam tradisi yang digelar untuk menyambut hari raya Idul Fitri di berbagai daerah di Indonesia.

Salah satu di antaranya adalah tradisi Kupatan yang populer di masyarakat Sunda dan Jawa. Tradisi Kupatan ini dilakukan biasanya satu minggu berlalu sejak hari raya Idul Fitri.

Kupatan menjadi sebuah warisan budaya leluhur, tradisi ini tetap terjaga hingga kini dan dianggap sebagai bentuk akulturasi budaya, bahkan diperkenalkan oleh salah satu tokoh penting dalam sejarah Jawa, yakni salah satu dari Wali Songo.

Baca Juga: Pemprov Jabar Pastikan Tak Gelar Open House Saat Hari Raya Idul Fitri 1445 H

Mengutip dari kanal YouTube Lensa Muria yang diakses pada Selasa 9 April 2024, tradisi Kupatan yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga pada masa kerajaan Demak ini.

Kupat, yang dalam bahasa Jawa berarti ketupat, memiliki makna yang lebih dalam lagi, yakni ngaku lepat atau mengakui kesalahan.

Dalam konteks tradisi Kupatan yang dilakukan setahun sekali, tujuan tradisi ini adalah untuk saling memaafkan. Sesuai dengan makna yang terkandung dalam kata "kupat" itu sendiri.

Tradisi Kupatan juga dianggap sebagai "lebaran" bagi orang-orang yang telah melaksanakan puasa sunnah Syawal selama enam hari berturut-turut, yang dimulai satu hari setelah Idul Fitri.

Biasanya tradisi Kupatan atau yang juga dikenal sebagai Lebaran Ketupat ini dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal atau tepat satu minggu setelah hari raya Idul Fitri.

Baca Juga: 5 Mimpi Pertanda Mendapat Rezeki Di Hari Raya Idul Fitri 2024, Salah Satunya Cukup Menjijikkan!

Selaras dengan namanya, tradisi ini biasanya disertai dengan penyajian ketupat, yang kemudian saling bertukar di antara saudara atau tetangga, yang dikenal dengan sebutan ater-ater.

Awalnya tradisi kupatan hanya dirayakan dalam lingkup keluarga, namun seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang menjadi sebuah perayaan masyarakat yang lebih luas dan menjadi perayaan besar setiap tahunnya.

Bagi masyarakat Jawa, ketupat tidak sekadar menjadi makanan, melainkan juga memiliki makna simbolis yang mendalam.

Penggunaan janur sebagai bungkus ketupat juga memiliki makna khusus, yakni kata "janur" berasal dari "ja’a nur" yang berarti telah datang cahaya.

Baca Juga: Pemprov Jabar Bakal Gelar Sholat Idul Fitri di Gasibu dan Halal Bihalal di Gedung Sate

Hal ini mencerminkan kondisi umat Islam setelah mendapatkan pencerahan selama bulan Ramadhan, kemudian kembali suci atau kembali kepada fitrahnya yang bersih dari dosa-dosa.

Ketupat bukanlah sekadar hidangan, namun hakikatnya adalah sebagai bentuk perayaan untuk saling memaafkan dari segala kesalahan yang terjadi di antara sesama.

Tradisi Kupatan menjadi momentum yang berharga bagi masyarakat Jawa untuk merayakan kebersamaan dan kedamaian, serta mempererat tali silaturahmi di antara anggota masyarakatnya.

Dengan demikian tradisi ini tidak hanya menjadi sebuah perayaan, tetapi juga merupakan ekspresi dari nilai-nilai kebersamaan, solidaritas, dan toleransi yang tercermin dalam budaya Jawa hingga Sunda.***

Editor: Asep Yusuf Anshori

Tags

Terkini

Terpopuler