Apa Arti Terasi? Ini Sejarah Bumbu Masakan Khas Cirebon yang Ada Sejak Kerajaan Pajajaran

12 Agustus 2023, 13:00 WIB
Ilustrasi pemilihan udang rebon untuk pembuatan terasi di Pekalongan, Jawa Tengah. Ternyata terasi Indonesia memiliki ‘saingan’ di Malaysia, Korea, China, dan banyak negara lain, berikut selengkapnya. /ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/w

MAPAY BANDUNG - Siapa yang tak kenal dengan terasi. Ya, terasi merupakan bumbu masakan khas Cirebon yang kerap kita jumpai di dapur.

Biasanya terasi dijadikan bahan pelengkap kala membuat sambal.

Namun tak banyak yang tahu jika terasi ternyata sudah ada sejak zaman kerajaan Pajajaran.

 

Baca Juga: Sinopsis Film The Marksman Dibintangi Liam Neeson, Bioskop Trans TV Hari Ini Sabtu 12 Agustus 2023

Bahkan keberadaan terasi disebut menjadi favorit putra Prabu Siliwangi.

Dikutip MapayBandung.com dari situs sejarah Cirebon, terasi ditemukan oleh salah seorang putra keturunan Prabu Siliwangi dari Padjajaran.

Secara bahasa, terasi berasal dari kata asih yang diberi imbuhan ter. Kata asih bermakna cinta, suka dan kasih sayang.

 

Baca Juga: Baru Tahu! Ini 3 Daerah Terdingin di Indonesia, Nomor 2 Ada di Bandung Loh

Ketika diberi imbuhan ter, maka kata sayang bermakna tersayang, terkasih, dan tercinta.

Konon dahulu kala, seorang raja dari Kerajaan Galuh (Kerajaan Sunda Timur) sangat menyukai olahan bumbu udang rebon yang ditumbuk hingga halus.

Raja yang dimaksud adalah Pangeran Walangsungsang, atau Pangeran Cakrabuana, putra mahkota Prabu Siliwangi.

Saking sukanya dengan olahan bumbu udang rebon, Walangsungsang sampai meminta para pelayan untuk menggunakan terasi, dalam setiap masakan.

Baca Juga: Siap-siap Persib Bakal Kedatangan 3 Pemain Baru di Putaran Kedua, Bojan Hodak Beri Kabar Terbaru

Pernah suatu hari, seorang pelayan lupa menambahkan terasi pada masakan yang akan dihidangkan pada Walangsungsang.

Sang Pangeran pun marah besar, hanya karena bumbu makanannya tidak ditambahi bumbu favorit.

 

Dalam sebuah Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, diceritakan Kerajaan Galuh marah besar terhadap Cirebon karena berhenti mengirim upeti garam dan terasi.

Saat itu, garam dan terasi merupakan bagian penting dari bumbu masakan di tatar Pasundan.

Baca Juga: Kebakaran Gunung Singa Bandung Dipastikan Sudah Padam, Area yang Terbakar Seluas 5000 m2

Terasi biasanya digunakan sebagai bumbu olahan makanan pokok seperti nasi, dan lauk pauknya.

Hal ini sangat wajar, mengingat saat itu belum ditemukan penyedap rasa seperti micin.

Maka ketika Cirebon menghentikan pengiriman upeti berupa garam dan terasi kepada Kerajaan Galuh, hal ini tentu menimbulkan konflik baru.

 

Dalam kultur budaya kala itu, berhenti mengirim upeti menandakan sebuah pembangkangan.

Baca Juga: Jangan Keliru! Ini Penggunaan Logo HUT RI ke-78 yang Salah Tak Sesuai Aturan

Kerajaan Galuh menilai jika Cirebon memang sengaja melakukan terlawanan dan tidak taat terhadap perintah pusat.

Melalui cerita dalam Naskah Mertasinga, dikisahkah bahwa Kerajaan Galuh langsung menyerang Cirebon, tak lama setelah Cirebon menghentikan pengiriman upeti.

Meski telah diserang, Cirebon tetap tak mau mengirimkan upeti berisi garam dan terasi.

Imbasnya tak hanya soal perbedaan rasa masakan pada makanan yang dipersembahkan untuk para Raja Galuh, namun juga berimbas pada kondisi ekonomi kerajaan Sunda kala itu.

Baca Juga: Lakukan 2 Tips Mudah dr. Zaidul Akbar Ini, Asam Urat Dijamin Tak Akan Kambuh Lagi

Sebab, perdagangan dan kuliner merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar saat itu.

Mungkin saja jika dibandingkan, posisi terasi kala itu sebanding dengan rempah-rempah pada zaman Belanda, sesuatu yang sangat berharga, dan sangat dibutuhkan.***

Ikuti berita MapayBandung.com lainnya di Google News.

Editor: Asep Yusuf Anshori

Tags

Terkini

Terpopuler