1 Jam dari Kota Bandung! Hutan Keramat di Cimahi Ini Tidak Boleh Ditebang, Masyarakat Adat ungkap Alasannya

- 7 Desember 2023, 08:30 WIB
Hutan keramat di Cimahi ini tidak boleh ditebang, masyarakat adat mengungkap alasannya
Hutan keramat di Cimahi ini tidak boleh ditebang, masyarakat adat mengungkap alasannya /Pexels by zhang kaiyv

 

MAPAY BANDUNG - Siapa sangka Kota Cimahi yang berjarak 1 jam perjalanan dari Kota Bandung menyimpan tradisi turun temurun yang kental.

Di pemukiman ini terdapat hutan yang tidak boleh ditebang. Selain untuk menjaga keasrian alam, hutan yang terletak di lokasi terpencil Kota Cimahi ini terbilang hutan keramat.

Tak hanya itu, sebagian besar penduduk di wilayah ini masih memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan dan konsisten menjalankan ajaran kepercayaan dari nenek moyang mereka untuk menjaga alam terutama hutan keberadaan hutan keramat yang dianggap penting.

Baca Juga: Kapan Puncak Musim Hujan di Kota Bandung? Ini Kata BMKG

Di Kelurahan Leuwigajah, Cimahi Selatan, terdapat sebuah Kampung Adat Cireundeu yang terdiri dari 50 kepala keluarga dengan sebagian besar berprofesi sebagai petani ketela.

Dengan luas 64 hektar, pemukimana di Kampung Adat Cireundeu hanya menghabiskan lahan 4 hektare saja. Sebagian besar lainnya masih berupa kebun dan hutan yang dianggap keramat antara lain.

1. Hutan terlarang

Masyarakat Cireundeu menyebut daerah ini Leuweung Larangan, sebuah wilayah yang tidak boleh ditebang pohonnya karena bertujuan sebagai penyimpanan cadangan air saat musim kemarau.

Baca Juga: Singapura Dilanda Lonjakan Covid-19, DPR Imbau Masyarakat Waspada

2. Hutan reboisasi

Disebut Leuweung Tutupan, adalah bagian hutan yang digunakan untuk penghijauan kembali dengan luas 2 hingga 3 hektare. Pohon di wilayah ini dapat ditebang, tetapi masyarakat harus menanam kembali dengan pohon yang baru.

3. Hutan pertanian

Sedangkan bagian hutan yang masih dijaga yaitu Leuweung Baladahan, sebuah hutan yang digunakan untuk berkebun masyarakat adat Cireundeu untuk ditanami jagung, kacang tanah, singkong, dan umbi-umbian lainnya.

Baca Juga: WOW! 5 Daerah Penghasil Perempuan Cantik di Jawa Barat, Nomor 3 Cocok Buat yang Sedang Cari Jodoh

Di era modern saat ini, masyarakat adat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan serta adat istiadat mereka. Seluruh warga masih berprinsip ‘Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman’.

‘Ngindung Ka Waktu’ memiliki makna warga kampung adat memiliki cara, ciri, serta keyakinan yang masih dijaga masing-masing.

Sementara ‘Mibapa Ka Jaman’ bermakna tidak melawan dengan perubahan zaman, namun tetap mengikutinya adanya teknologi seperti alat komunikasi, listrik, dan penerangan.

Baca Juga: Justin Hubner Resmi Jadi WNI, Siap Bela Timnas Indonesia

Cireundeu berasal dari nama pohon ‘reundeu’, sebuah tanaman herbal yang dahulu banyak tumbuh subur di wilayah ini. Itulah sebabnya, pemukiman ini dinamakan Kampung Cireundeu.

Hingga kini, masyarakat Cireundeu masih mengonsumsi singkong sebagai makanan pokok turun temurun. Sejarah mencatat konsumsi singkong dimulai pada tahun 1918 saat lahan pertanian di wilayah ini mengering.

Masyarakat adat mengolah singkong dengan cara digiling, diendapkan, lalu disaring menjadi tepung tapioka. Singkong dari Cireundeu diolah menjadi berbagai camilan seperti opak, cireng, simping, hingga dendek kulit singkong yang dijual sebagai oleh-oleh.

Tertarik untuk berkunjung ke Cireundeu? Ayo berkunjung ke Cimahi. Jangan lupa untuk mematuhi peraturan adat seperti melepas alas kaki saat memasuki hutan keramat.***

Editor: Asep Yusuf Anshori

Sumber: cimahikota.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah