Baca Juga: Banjir Tahunan di Cirebon Telan Korban Jiwa, Pemprov Jabar-PUPR Berencana Normalisasi Sungai
Buku sejarah catatan Tiogkok mencatat, Pulau Muria sudah menjadi kerajaan besar saat Kartikeya Singha memimpin Kalingga. Selain itu, lalu lintas ekonomi dan politik juga terpusat di Selat Muria.
Perubahan kondisi alam yang terjadi akibat dinamika iklim dan dinamika laut menyebabkan Selat Muria tertutup dan kemudian menjadi daratan sebagai hasil dari proses sedimentasi.
Tanah Muria yang kini telah terbentuk telah memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, seperti air yang berasal dari sumber hulu di Pegunungan Muria yang digunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari.
Masyarakat sejak lama telah memanfaatkan potensi alam Pegunungan Muria secara ekonomi, seperti menjual burung khas Muria, air, pasir, bebatuan, dan kayu.
Selain itu, berbagai aktivitas manusia yang berhubungan dengan alam juga telah terjadi, seperti bertani dan berkebun.
Saat ini beberapa kota besar seperti Jepara, Demak, Pati, Kudus, Purwodadi, hingga Rembang, yang berada di kaki Gunung Muria menjadi saksi sejarah hilangnya Selat Muria.
Teori kemunculan Selat Muria semakin ramai di media sosial, pasalnya citra satelit memperlihatkan daerah Demak dan sekitarnya terlihat biru akibat genangan air yang tak kunjung surut.***