KABAR BAIK! Angka Stunting Anak di Jabar Turun 4,3 Persen, Ditargetkan 'Zero Stunting' pada 2023

- 9 Desember 2023, 09:00 WIB
Angka stunting anak di Jabar terus menurun.
Angka stunting anak di Jabar terus menurun. /

MAPAY BANDUNG - Angka stunting di Jabar dilaporkan terus menurun sejak 2021 lalu. Tercatat terjadi pernurunan angka stunting di Jabar hingga 4,3 persen.

Hal tersebut menjadi kabar baik, karena Jabar sendiri menargetkan di tahun 2023 menjadi provinsi dengan predikat zero stuntung.

Data menunjukkan bahwa pada tahun 2020, jumlah balita stunting di Jawa Barat mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pihak terkait untuk mengidentifikasi penyebab stunting dan merumuskan strategi penanganan yang tepat.

Baca Juga: Awas Macet! 3 Kampus Kota Bandung Ini Gelar Wisuda Sabtu 9 Desember 2023 Hari Ini

Namun, di tahun 2021, ada kabar baik bahwa angka balita stunting mengalami penurunan sebesar 33,68%. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa stunting masih menjadi masalah serius, dan upaya penanggulangan harus terus dilakukan agar angka ini terus menurun.

Meskipun angka balita stunting di Jabar mengalami penurunan yang signifikan, provinsi ini masih memiliki "PR" (pekerjaan rumah), terutama dalam lima wilayah yang menjadi sorotan dengan tingkat kasus balita stunting tertinggi di Jawa Barat.

Kabupaten Bogor menempati posisi puncak sebagai wilayah dengan jumlah balita stunting terbanyak sepanjang tahun 2021, mencapai lebih dari 30.000 balita. Jumlah ini bahkan menyumbang sekitar 15% dari total kasus balita stunting se-Jawa Barat.

Kabupaten Bogor jadi wilayah dengan angka stunting tinggi
Kabupaten Bogor jadi wilayah dengan angka stunting tinggi

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, ditemukan bahwa prevalensi balita stunting di Jawa Barat mencapai 20,2% pada tahun 2022. Namun bila dilihat secara nasional, Jawa Barat masih menempati peringkat ke-13 dengan nilai prevalensi balita stunting terendah.

Kabupaten Sumedang menjadi wilayah dengan nilai prevalensi tertinggi di Jawa Barat, yaitu 27,6% sedangkan nilai terendah diduduki oleh Kota Bekasi dengan angka 6%.

Kabupaten Sumedang menjadi wilayah dengan nilai prevalensi tertinggi di Jawa Barat, yaitu 27,6%
Kabupaten Sumedang menjadi wilayah dengan nilai prevalensi tertinggi di Jawa Barat, yaitu 27,6%

Diketahui, isu stunting menjadi perhatian serius dalam konteks kesehatan masyarakat khususnya di Jawa Barat. Stunting menyebabkan efek yang serius terhadap kesehatan dan perkembangan anak-anak.

Stunting sendiri merupakan hambatan pertumbuhan akibat akumulasi kurangnya asupan gizi yang berlangsung dalam jangka waktu lama, mulai dari masa kehamilan hingga usia 24 bulan.

Asupan gizi yang kurang berdampak negatif bahkan bisa mempengaruhi kualitas hidup anak-anak hingga masa dewasa nanti.

Baca Juga: APBD Pemdaprov 2024, Bey Tegaskan Penanganan Stunting dan Sampah Masuk Prioritas

Ada beberapa efek yang ditimbulkan dari gejala stunting ini mulai salah satunya pertumbuhan fisik terhambat. Anak-anak yang mengalami stunting menghadapi hambatan dalam pertumbuhan fisik mereka. Tinggi dan berat badan mereka cenderung lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak sebayanya.

Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan tubuh dan defisiensi nutrisi, yang berakibat pada kelemahan fisik yang lebih menonjol.

Selain itu terjadi gangguan kognitif. Stunting memiliki dampak pada perkembangan otak anak. Kemampuan kognitif, termasuk daya ingat, konsentrasi, dan pemahaman pada anak yang mengalami stunting cenderung menurun. Hal ini bisa menghambat kemampuan belajar mereka dan mempengaruhi perkembangan kognitif secara keseluruhan.

Anak yang terkena stunting juga mengalami penurunan energi dan kelelahan.Akibat kekurangan nutrisi, balita yang mengalami stunting seringkali memiliki energi yang rendah dan mudah merasa lelah. Aktivitas fisik pun terpaksa harus dikurangi agar mereka tidak mudah kekurangan stamina.

Tak hanya itu anak juga jadi rentan terhadap penyakit. Sistem kekebalan tubuh anak yang mengalami stunting itu lemah, sehingga mereka lebih rentan terhadap penyakit infeksi seperti pneumonia, diare, dan penyakit pernapasan lainnya. Kondisi stunting juga dapat mempengaruhi proses penyembuhan ketika balita mengalami sakit atau cedera.

Stunting tidak sama dengan gizi buruk

Stunting dan gizi buruk adalah dua kondisi kesehatan yang berbeda meskipun keduanya berhubungan dengan masalah gizi pada anak-anak. Stunting mengacu pada bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama, mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Akibatnya, tinggi dan berat badan mereka lebih rendah dari anak sebayanya.

Sementara itu, gizi buruk merupakan kondisi di mana anak mengalami kekurangan nutrisi esensial seperti protein, energi, vitamin, dan mineral. Gizi buruk dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk berat badan yang sangat rendah, kulit kering dan keriput, rambut kusam, kelemahan fisik, dan gangguan pada sistem kekebalan tubuh.

Perbedaan utama antara stunting dan gizi buruk terletak pada fokusnya. Stunting lebih menitikberatkan pada aspek pertumbuhan fisik, khususnya tinggi badan, sementara gizi buruk mencakup berbagai defisiensi nutrisi yang mempengaruhi fungsi tubuh secara keseluruhan.

Prevalensi Balita Stunting di Jawa Barat: Nyaris mencapai target WHO

Prevalensi balita stunting mengacu pada persentase jumlah balita di suatu populasi yang mengalami stunting dalam pertumbuhan fisiknya. Prevalensi balita stunting digunakan sebagai indikator untuk menilai masalah gizi pada kelompok balita di suatu wilayah atau negara. Semakin tinggi nilainya, semakin serius dan mendesak perluasan upaya untuk mengatasi masalah ini.

Baca Juga: Pemkot Hadirkan Bandung Tangkas Tangkis Tengkes untuk Turunkan Stunting

World Health Organization (WHO) menetapkan angka prevalensi stunting yang menjadi target global adalah di bawah 20%. Hal ini sebagai upaya untuk menekan kasus stunting pada anak-anak di seluruh dunia dan mencapai target pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin ke-2 terkait mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, dan memperbaiki nutrisi.

Prevalensi Balita Stunting Provinsi Jawa Barat Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2022

Terlihat, masih terdapat 11 wilayah di Jawa Barat yang memiliki nilai prevalensi di atas rata-rata provinsi (20,2%). Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pencegahan dan penanganan stunting yang lebih intensif di wilayah-wilayah tersebut guna mencapai target global WHO yang menetapkan angka prevalensi stunting di bawah 20%. Apalagi, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menargetkan penurunan prevalensi stunting hingga 14 persen di tahun 2024 mendatang.

Jawa Barat memiliki targetnya sendiri. Setelah berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 4,3% dari tahun 2021 ke 2022, Gubernur Jawa Barat periode 2018-2023, Ridwan Kamil optimis Jawa Barat bisa menjadi provinsi dengan zero stunting di tahun 2023.

"Harus 'zero stunting' dan sekarang Jabar menuju 'zero stunting' setelah menjadi yang terbaik dalam penanganan penurunan stunting di Pulau Jawa," ungkap Ridwan Kamil.

Salah satu langkah yang diambil adalah melibatkan 1,5 juta kader Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang siap untuk mengakselerasi strategi konvergensi dalam penurunan angka stunting di Jawa Barat. Dalam strategi konvergensi ini, kader PKK yang ada di desa atau kelurahan memiliki tugas untuk menyosialisasikan delapan aksi yang penting. Aksi cegah stunting tersebut mencakup analisis situasi terkait stunting, penyusunan rencana kegiatan, serta melaksanakan rembuk stunting untuk melibatkan semua pihak yang terkait.

Selain itu, digitalisasi untuk penanganan stunting di Provinsi Jawa Barat dilakukan melalui penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmadja, menegaskan bahwa langkah pertama adalah mengumpulkan data yang akurat dan komprehensif.

Selanjutnya, diperlukan keseragaman dalam metodologi penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, serta prosedur lainnya. Setelah semua langkah ini terpenuhi dengan baik, dilakukan intervensi teknologi yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada generasi penerus dari ancaman stunting.

Baca Juga: Pemkab Sumedang Ingin Percepat Penurunan Stunting yang Sesuai dengan Visi

Upaya Jawa Barat Turunkan Stunting

Pencegahan stunting menjadi usaha yang harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan pemangku kepentingan. Langkah-langkah yang dapat diupayakan bersama di antaranya:

1. Peningkatan gizi ibu hamil

Literasi pangan sehat dan akses ke makanan bergizi selama kehamilan adalah langkah awal dalam pencegahan stunting. Gizi ibu hamil berperan penting dalam pertumbuhan janin dan mempengaruhi kesehatan bayi saat lahir. Ibu hamil disarankan untuk makan makanan yang kaya akan nutrisi seperti sayuran, buah-buahan, biji-bijian, protein nabati dan hewani, serta produk susu. Asupan zat besi serta mengkonsumsi cukup air juga perlu untuk menjaga tubuh tetap terhidrasi.

2. Pemberian ASI eksklusif

Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi memberikan nutrisi yang optimal dan melindungi dari infeksi, sehingga membantu mencegah stunting. Langkah ini juga dilakukan oleh para ibu di Jawa Barat.

Per tahun 2021, 374.501 bayi di Jawa Barat menerima ASI eksklusif. 15,8% atau jumlah penerima ASI eksklusif terbanyak berasal dari Kabupaten Bogor dengan total 59.040 bayi. Disusul dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur dengan total masing-masing 40.368 dan 35.113 bayi.

3. Makanan Pendamping ASI (MPASI)

ASI memberikan semua nutrisi yang dibutuhkan bayi pada enam bulan pertama kehidupan, namun, setelah usia enam bulan, kebutuhan nutrisi bayi mulai meningkat, dan MPASI diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sebelum memulai MPASI, konsultasikan dengan dokter atau petugas kesehatan untuk mendapatkan panduan dan rekomendasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan bayi

Baca Juga: BKKBN Terus Upayakan Prevalensi Stunting Turun Cepat dan Ajak Orang Tua Perhatian

4. Pengawasan kesehatan rutin

Pemeriksaan kesehatan rutin pada ibu hamil dan balita menjadi kunci untuk mendeteksi dini masalah gizi dan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan secara berkala memungkinkan para tenaga medis untuk mendeteksi dini masalah gizi dan kesehatan yang mungkin dialami oleh ibu hamil dan anak-anak balita. Dengan melakukan pemeriksaan rutin (minimal 6 kali dalam 9 bulan masa kehamilan), risiko stunting dapat diminimalisasi dan langkah-langkah preventif dapat segera diambil.

5. Pendidikan gizi dan kesadaran masyarakat

Memberikan pendidikan gizi mengenai pentingnya nutrisi dan perawatan kesehatan pada anak merupakan hal yang esensial bagi masyarakat. Di Jawa Barat, Jumlah ibu hamil yang mengikuti konseling gizi pun meningkat. Hal ini menjadi bukti bahwa masyarakat semakin sadar akan pentingnya peran gizi yang adekuat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.


Itulah beberapa upaya yang sedang dilakukan di Jawa Barat untuk mengatasi stunting dan mewujudkan target ‘zero stunting’ pada tahun 2023.***

Editor: Asep Yusuf Anshori


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x